sebuah puisi untuk Pusat Dokumentas Sastra yang terancam tutup
Negeri Tanpa kepala
(untuk PDS HB Jassin)
berdiri di atas kaki sendiri
singsingkan lengan baju,
tegakkan bahu membusung berani.
otot kawat tulang besi.
terbang menukik ke langit tinggi.
lho ?
tapi mana kepalanya?
kepala?
mana kepalanya?
tak ada kepalanya ! tak ada kepalanya !
mana kepala?
pusat peradaban.
pusat pemikiran.
sambungan nurani,
muara hati.
mana?
coba kau cari di sawah,
tempat rumput hijau berlembar lembar disana.
yang biasa dimakan kerbau hitam.
yang tebal mukanya
yang hitam kulitnya,
yang hitam dagingnya,
yang hitam hatinya,
tapi tetap rumput berwarna hijau berlembar lembar,
yang tetap digerogoti tikus padi.
tak ada!
lalu cari dimana?
coba kau cari di gedung gedung,
di situ tampaknya ramai sekali.
banyak suara hampa disana.
foya foya.
atau dibawahnya
ke tempat wanita pelacur
hingga pria pria penganggur.
tak ada!
lalu cari dimana lagi?
coba cari di jakarta,Indonesia.
disana ada pusat sastra.
sastra? apa itu?
kok aku baru tahu?
itu, pusat dokumentasi.
pusat dokumentasi ?
rasanya sudah tidak ada lagi.
lalu?
kemana kita cari kepala?
pusat segala budaya,
perut sudah mulai membesar.
tubuh tak lagi kekar.
tapi kepala masih samar.
apa mungkin sudah kesasar?
atau terpapar?